Menyambung posting saya kemarin tentang resolusi 2009 di mana salah satu poinnya adalah membangun portofolio investasi, saya melirik produk reksadana yang selama ini didengung-dengungkan sebagai instrumen investasi alternatif dari produk tabungan dan deposito biasa. Angka pengembalian pada tahun 2007 yang mencapai 71% untuk sebuah produk reksadana di bank besar di Indonesia memang telah membuat saya tergiur untuk mulai berinvestasi pada pertengahan tahun 2008. Akan tetapi, kondisi pasar global yang anjlok selama beberapa bulan terakhir telah menciutkan nilai investasi saya menjadi kurang dari 50 persennya.
Di saat seperti ini, apa yang mesti saya lakukan? Sebelumnya saya tidak ingin meneruskan analisis para pakar yang menasehati langkah-langkah yang perlu diambil karena saya tidak memiliki kompetensi seperti mereka. Ini adalah berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi saja.
Dibandingkan dengan krisis moneter tahun 1998, kali ini saya merasa lebih optimis akan pulihnya perekonomian Indonesia. Indikator ekonomi menunjukkan bahwa IHSG mengalami penurunan 51.16% di akhir tahun 2008 yang berarti tidak terlalu buruk. Lalu kondisi perbankan di Indonesia masih cukup dapat bertahan dan tercatat hanya Bank Century saja yang menjadi pesakitan di tahun lalu. Kondisi ini jelas lebih baik dari perbankan di Eropa di mana sebuah bank milik BI yang beroperasi di Belanda juga terpaksa gulung tikar. Angka penjaminan simpanan nasabah juga naik menjadi Rp 2.5 milyar dari angka sebelumnya yang hanya 100 juta rupiah.
Bagaimana dengan alternatif investasi yang tadi saya sebutkan, yaitu reksadana? Dari pengamatan saya terhadap sebuah tabel reksadana, rata-rata reksadana saham mengalami penurunan sebanyak 40-60% dari tahun 2007. Secara khusus saya selalu memperhatikan 2 produk reksadana saham yaitu A dan B, masing2 mengalami penurunan sebesar 58.09% dan 49.68%. Ini berarti, jika uang saya yang tertanam di reksadana sebelumnya sebesar 1 juta rupiah, saat ini nilai uang saya di sana hanya sekitar Rp 400-500 ribu saja.
Namun kembali lagi pada pemikiran bahwa krisis kali ini tidak terlalu buruk dibandingkan satu dekade lalu, saya mengambil keputusan untuk tetap berinvestasi dan bahkan berusaha terus meningkatkan investasi saya. Mengapa demikian?
Pemikiran saya sederhana saja seperti para raja dan ratu belanja, hehe; yaitu beli barang di saat diskon. Bedanya, orang-orang menyerbu barang pada saat diskon untuk barang-barang di mall yang kemudian akan turun nilainya alias terkena depresiasi, maka saya membeli produk reksadana yang sedang diskon NAB-nya, sambil berharap akan pulihnya perekonomian kita yang juga akan mengangkat NAB. Saya tidak perlu kuatir akan nilai uang yang sempat jatuh karena waktu itu saya membeli di harga tinggi. Justru sekarang ini adalah saatnya memperbesar investasi karena ketika nanti NAB produk tersebut naik, sebagian investasi kita sudah menikmati untung terlebih dahulu seraya menantikan investasi yang dulu dibeli dengan harga mahal untuk kembali ke titik impas sebelumnya.
Banyak orang yang lari keluar dari pasar pada saat ini yang mengakibatkan turunnya harga saham. Namun perilaku ini memberikan berkat tersendiri bagi sebagian orang yang masih tetap optimis. Kondisi pasar yang sedang ‘obral’ sekarang akan lebih cepat memberikan keuntungan bagi mereka.
Akhir kata, Anda juga harus mengerti bahwa saya ini bukan analis ekonomi; saya merangkai tulisan ini dengan pemikiran saya yang memang subjektif. Prinsip saya adalah beli di saat diskon sambil tentunya tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam investasi. Namun jika Anda sekarang ini lebih memilih untuk mengamankan uang Anda di tempat lain, saya pun mengerti akan pilihan Anda.
Selamat Tahun Baru 2009. Semoga tahun ini membawa berkat bagi kita semua.
Disarikan dari beberapa sumber:
1. detikFinance
2. Infovesta