Beberapa hari yang lalu saya melintasi pasar Cisarua dengan berjalan kaki sambil melihat-lihat berbagai barang yang dijual. Sudah tidak banyak aktivitas pedagang pasar tersebut karena waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Biasanya geliat pasar Cisarua mulai terasa sekitar tengah malam sampai pagi hari. Di malam ini hanya toko-toko kelontong, minimarket, dan penjual pulsa saja yang tempat usahanya terang-benderang. Ada juga sebuah toko pakaian dan kain yang kebetulan sedang sepi.
Sambil pelan-pelan menyaksikan aneka dagangan di toko tersebut, mata saya lalu tertumpu pada etalase pernak-pernik kain. Salah satu benda yang terpajang di situ adalah alas piring untuk makan yang terbuat dari anyaman rotan dan terbungkus kain motif bunga. Cantik sekali.
Ingatan saya lalu melayang ke masa silam ketika saya masih duduk di bangku SD. Pada waktu itu saya tinggal bersama Opa & Oma di Bogor. By the way, Oma dan Opa saya ini berasal dari Ambon namun juga pantas disebut Ambon Kaart. Opa saya memang kelahiran Ambon, namun pada usia 18 tahun beliau merantau ke Surabaya dan tidak pernah lagi pulang kampung sampai akhir hidupnya. Sedangkan Oma saya berasal dari keluarga Ambon namun kelahiran Jambi, dan seumur hidup juga tidak pernah pulang ke Ambon.
Nah, di rumah ini kami masih memelihara beberapa kebiasaan lama orang Ambon, dan sampai batas tertentu, kebiasaan orang Belanda. Salah satunya adalah “tutup meja“, yaitu kebiasaan membersihkan dan menata meja sebelum digunakan untuk makan bersama-sama keluarga. Peralatan untuk tutup meja ini tentulah peralatan makan biasa seperti piring, sendok-garpu, dan gelas. Namun yang tidak pernah ketinggalan adalah si alas piring tadi. Alas piring yang kami pergunakan dahulu terbuat dari kulit, berbentuk persegi panjang, berwarna coklat, dan di sisi kanannya terdapat kantung untuk menaruh sendok dan garpu. Kantung ini berbentuk bunga berwarna merah-kuning-hijau. Lalu ada pula alas kecil untuk tatakan gelas. Sekitar 15 menit sebelum jam makan, Oma-Opa menyuruh saya dan adik saya untuk menutup meja. Maka kami mengambil semua peralatan makan yang diperlukan untuk menutup meja tersebut sebelum makanan dikeluarkan. Pada waktu itu saya berbagi tugas menutup meja dengan adik saya. Giliran saya adalah waktu makan siang hari, sedangkan adik saya malam hari. Karena saya bersekolah di siang hari, maka meja tersebut sudah saya siapkan sebelum saya berangkat ke sekolah. Ada kalanya saya malas menutup meja, namun Oma melarang saya berangkat sebelum pekerjaan selesai. Maka menggerutulah saya ketika melakukan pekerjaan itu karena saya takut terlambat. Ketika malam tiba, giliran adik saya yang menggerutu karena jadual tutup meja tersebut biasanya bertepatan dengan film anak-anak di tv kegemarannya.
Alas piring dan gelas yang digunakan tersebut bukan hanya berfungsi sebagai penadah peralatan makan saja. Benda-benda tersebut sudah menjadi salah satu budaya yang wajib dilestarikan sebagai penyambut makanan yang diberikan Tuhan kepada kita. Seorang sejarawan mencatat bahwa kebiasaan ini umum dilakukan oleh orang-orang Ambon yang terpengaruh budaya Belanda (saya sudah lupa sumber bacaannya).
Ah, indahnya masa kecil. Penuh dengan pemikiran sederhana. Menutup meja terburu-buru hanya karena ingin cepat ke sekolah atau bermain-main 🙂
so peliharalah budaya bangsa kita
setuju deh gaaan 😀
Thanks Oom Brad for sharing. Jadi tambah tahu deh akan kebudayaan bangsa ini 🙂 masih adakah tutup meja di Depok? 😀
wah udah gak tau lagi saya. tapi beberapa keluarga mestinya masih memelihara kebiasaan itu sih 😀
Senangnya tradisi lama masih tetep terjaga, beda dengan di kampung saya.. Banyak tradisi lama yang sudah dianggap kuno, lalu ditinggalkan.. :((
Kunjungan balik dan perdana juga nih… Happy blogging dan blogwalking..
Sampe jumpa di pinggir danau UI.. 🙂
kadang meninggalkan tradisi kuno juga tidak berarti jelek. sebab pemikiran dan budaya manusia kan berevolusi.
yang disayangkan adalah jika tidak ada dokumentasi terhadap peninggalan tradisi kuno tersebut 🙂
aku cita indaonesia
budaya dan keanekaragamnya
hiduppp indonesia
😀
thanks kunjungannya bro. Apa kabarnya nih
Kenapa namanya tutup meja yak om? Gw kan jadi perlu 3x baca baru ngerti.. kirain gw itu tuh makanan ditutupin sama sesuatu biar nggak dilalerin hehehehe..
Nice memory 😀
hehe tutup meja memang bukan istilah bahasa indonesia. itu istilah melayu ambon. artinya sih mempersiapkan meja makan 😀
Unik untuk alas piringnya, karena ada kantong untuk sendok dan garpu. Bisa dijadiin inspirasi untuk design interior 🙂
hehe. desain macam itu mungkin udah banyak. but thanks komentarnya ya 😀