12 Comments

Melacak Jejak di Depok

Depok adalah sebuah kota satelit di Jakarta. Setara dengan kota-kota satelit lain di pinggiran Jakarta, kota Depok juga mengalami kemajuan pesat seiring dengan perkembangan ibukota. Menurut sejarah, kota Depok bermula dari tahun 1696 ketika Cornelis Chastelein membeli sebidang tanah dan kemudian mewariskan tanah tersebut kepada para pekerjanya (lihat kisah selengkapnya di sini). Namun terlepas dari sejarahnya yang khas, kota Depok mengalami perkembangan yang hampir mirip dengan kota-kota penyangga Jakarta lainnya dalam beberapa dasawarsa terakhir. Salah satu momentum perubahan wajah Depok adalah ketika Universitas Indonesia memindahkan kampusnya ke sana, dan disusul beberapa kampus lain seperti Universitas Gunadarma. Perlahan tapi pasti, Depok berubah wajah. Para mahasiswa yang berdatangan lalu turut mewarnai kota ini, khususnya pada sebuah jalan utama, yaitu Jalan Margonda Raya.

Depok adalah tempat saya menghabiskan waktu kuliah pada dekade yang lalu (jadi bisa mengira-ngira umur saya berapa kan?!). Tentunya saya juga menghabiskan banyak waktu di Jalan Margonda. Di jalan ini saya pernah tertabrak mobil (Tuhan sayang sama saya; waktu itu saya sama sekali tidak mengalami luka kecuali rasa sakit ringan), menunggu angkot, menyambangi tempat-tempat makan, dan nge-warnet. Saya hafal deretan toko-toko di sana, terutama mulai dari mulut gang Kober sampai dengan Kampus Gunadarma. Intinya, sepanjang jalan Margonda menyimpan banyak kenangan buat saya (tsahhh!).

Selepas kuliah saya jarang berkunjung lagi ke Depok. Namun setiap kali saya kembali ke sana, saya selalu tercengang dengan wajah Depok yang cepat sekali berubah. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari kembali “wajah lama” Jalan Margonda, bertepatan dengan undangan karaokean teman-teman deblogger pada hari Minggu kemarin. Acara karaokenya bertempat di Mall Depok; saya tahu tempat itu, cuma ancer-ancer yang diberikan lewat milis membingungkan saya (Index sama Ace Hardware itu dimana ya? Perasaan dulu belum ada). Akhirnya setelah kelar bernyanyi-nyanyi, saya putuskan untuk menyusuri kembali Jalan Margonda, mulai dari Margo City ke arah utara.

Margo City sendiri adalah sebuah mall baru; saya baru dua kali berkunjung ke situ. Nah, ada satu objek menarik ketika kita memasuki mall tersebut. Tepat di samping kiri pintu masuk utama, kita akan menemukan sebuah rumah tua yang sudah direnovasi dan dijaga kelestariannya oleh manajemen mall. Memang situs ini sudah menjadi bagian dari kompleks mall, namun keberadaannya masih dijaga meski fungsinya sudah dialihkan menjadi sebuah kafe.



Tampak depan The Old House, Margo City, Depok

Penjelasan singkat tentang the Old House, dapat dibaca di blog sungaikuantan.com

(dengan gambar-gambar yang lebih baik dari hasil jepretan kamera ponsel saya).

Lepas dari Margo City, saya menyusuri Jalan Margonda ke arah utara. Yang saya cari bukanlah objek wisata, melainkan tempat-tempat apa saja yang masih dapat saya kenali dari zaman kuliah dulu. Saya memilih berjalan kaki meskipun jalan ini telah diperlebar menjadi empat lajur. Bukannya apa, namun jumlah kendaraan yang melintas sudah sangat berlimpah sehingga jalan tersebut macet luar biasa (padahal itu hari Minggu). Secara umum Jalan Margonda memang sudah banyak berubah. Ada banyak ruko baru, lalu gedung-gedung perkantoran, fasilitas umum, sampai kompleks apartemen. Deretan bangunan lama juga masih banyak; fungsinya sebagai tempat usaha juga masih sama kecuali namanya saja yang berubah. Yang membuat saya penasaran adalah apakah kos saya dulu masih tersisa. Sayang sekali saya tidak menemukan bekas-bekasnya lagi. Dulu bangunan kos saya memiliki halaman yang luas dan rimbun di depannya, meski masih juga terletak di tepi jalan raya. Namun setelah mengingat-ingat kembali dan menghitung langkah, saya mengambil kesimpulan bahwa kos saya sekarang sudah dirombak menjadi sebuah kafe:

Zoe's Cafe, Margonda, Depok

Setelah tertegun memandangi bangunan ini saya lalu melanjutkan langkah. Tidak enak juga lama-lama di situ karena ada pelayan yang memperhatikan saya. Sampai akhirnya saya berhenti di depan Gang Kober dan memutuskan makan di sebuah restoran bakmi langganan saya dulu. Wah, rasa bakmi yang dulu saya anggap enak, kok sekarang jadi terasa biasa saja ya?!

Wajah Depok sekarang tidak saya kenali lagi; hanya sedikit sisa-sisa yang masih dapat ditemukan. Itulah dampak pembangunan. Meski saya bersyukur karena Depok sekarang semakin maju dan para mahasiswanya terlihat semakin progresif, tak urung saya merasa sedih juga karena tidak banyak lagi kenangan di sana. Ataukah ini perasaan normal untuk seseorang yang beranjak tua dewasa dan cuma ingin mengenang kembali masa lalunya?

Sebagai penutup, saya ingin menyajikan sebuah gambar remaja Depok yang sedang berkompetisi band di mall yang tadi saya kunjungi. They’re surprisingly good. Ah, meski sudah berubah, semoga wajah Depok ke depan menjadi semakin manusiawi.

Cool boys singing

Advertisement

12 comments on “Melacak Jejak di Depok

  1. sebenranya masih banyak bangunan tua yg dibiarkan begitu saja, apa lagi di daerah saya….
    saya acungkan jempol utk Mall yg mau melestarikan,mnjaga dan merawat bangunan tua yg mmpunyai nilai sejarah itu… Salam Kenal dri Pekanbaru Riau mas…

  2. Om, dijadiin postingan aja di portal kita… masih jarang lho yang nulis tentang kota Depok itu sendiri :mrgreen:

    Eh, nanti milih jadi anggota deBLogger kan, bukan be-blog? wekekekek

  3. Wheeww Depok? Margonda? Emang luar biasa kemajuannya! Saya juga pangling dibuatnya. Yang pasti, lapangan Karet, salah satu tempat berkompetisi bola jadul, sekarang udah jadi mall…Huhh!??

    Nice posting deh, jadi inget jaman perjuangan dulu! πŸ™‚

  4. hohho, begitu ya pak. kalau begitu, sekali-sekali, tuliskan juga tentang Depok pada masa Bapak dulu donk! ^_^ biar kami2 juga tau secepat apa sih Depok dalam beberapa tahun? : )

  5. Salam kenal Mas, makasih udah mampir ke Blog saya πŸ˜€

    Ngomong2 soal Depok, kota ini bikin saya bangga sekaligus sedih dalam waktu bersamaan. Bangga karena sekarang imej kota ini bener2 bagus, bandingin dengan 5 atau 10 tahun yang lalu, orang masih malu-malu ngaku kalo dia tinggal di Depok. Kesannya tu terpencil banget. Tapi sekarang, orang2 Jakarta pada eksodus besar-besaran ke Depok. Yang bikin sedih, kota ini makin ga manusiawi. Terlalu banyak Mall tapi minim fasilitas umum yang gratis seperti Taman Kota. Semoga Pilkada kota Depok tahun ini bisa memberikan output yang baik bagi masyarakatnya.

    Btw, saya tebak umur mas pasti kepala 3 ya? peace ah… πŸ˜€

    • Lah dia curhat. Hehe. Tahun ini ada pilkada ya? Yah semoga bisa lebih baik. Tapi kok para kandidat malah lebih napsu pasang spanduk ya?!

      Umur saya? Yaaaa gitu deeeeeeeeh πŸ˜€

  6. Wah jd ingat Depok nich, walau sy jauh diperantauan tapi Depok menjadi tujuan saat pulang.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: